Saturday, January 10, 2009

Doeloe

Rabu, 26 November 2008
Jika ada yang bertanya untuk apa semua ini aku tulis, aku juga gak tahu untuk apa. Tapi selalu mengalir dorongan pada diriku sendiri untuk menulis, apapun itu. Aku sangat tidak mengerti dari mana semua ini, hasrat yang begitu besar untuk membuat catatan-catatan yang memang kurang penting. Apalagi kali ini aku adalah seorang mahasiswa jurusan matematika yang seharusnya lebih bergelut ke hal-hal yang lebih real, dibandingkan menulis yang terkadang aku juga kurang mengarti apa yang aku tulis. Tapi selalu saja aku sempatkan waktu walaupun jarang untuk menggerakan jari. Sungguh begitu banyak hal yang sebenernya ingin aku catat dalam benakku, tapi kekuranganku dalam menyampaikan semua itulah yang menghambat tanganku sendiri untuk mencerna semuanya. Entah itu daya otaku yang kurang atau pikiranku yang terlalu ngejlimet.

Ketidak piawaianku dalam menyampaikan apa yang ada dalam otaku sebenarnya begitu sering terlihat, baik itu disengaja ataupun tidak. Hal itu bisa aku lihat sendiri apabila aku berbincang dengan rekan-rekanku, baik itu yang di akademis ataupun temen di luar itu. Yang jelas, sebagian dari mereka selalu kebingungan dengan apa yang aku ucapkan. Mereka bilang, aku selalu berbicara dengan kiasan, teka-teki dan yang lainnya yang sangat tidak dimengerti. Padahal, aku selalu berbicara sebisa mungkin dapat dimengerti oleh semua orang dengan tingkat pendidikannya. Aku juga kuarang paham kenapa aku seperti itu, apa mungkin karena aku dulu adalah seorang kurang banyak bercakap atau diam sehingga aku kurang piawai dalam bercerita atau menyampaikan cerita. Bahkan aku juga sadar, hal sederhanapun terkadang begitu rumit aku sampaikan, dan akupun kesulitan sekali untuk menyampaikan, padahal hanya hal sepele.

Kembali, beberapa bulan ini aku merasakan kembali kekosongan hidup, entah kenapa. Aku begitu jauh dengan Tuhan, dan aku sangat enggan sekali untuk dekat denganNya. Keegoisanku akan hal inilah yang membuatku berat, ego yang memang sulit dikontrol. Dan sudah lama sekali aku tidak melaksanakan shalat Subuh, sekalipun shalat, aku jauh sekali dari khusu. Aku sering lupa dengan rakaat shalat dan yang lainnya, karena otaku berkeliaran kemana-mana. Beban yang sepertinya begitu berat dalam otaku, padahal hal tersebut sebenarnya aku tak tahu apa itu. Dan aku gak ngerti apa yang aku senidri inginkan, semuanya seperti semu, tapi aku pikirkan. Aku bilang tidakpun pada diriku sendiri tetap saja hal tersebut menggelayut diotak. Lantas seperti apa aku?aku kadang membayangkan kejlimetan pikiranku dalam bentuk semraut, kegelapan hatiku yang mengerikan.

Malem kemarin aku mimpi, waktu itu sehabis shalat subuh aku tidur lagi. Dalam mimpi itu aku sedang berlari, dan ditengah-tengah jalan saat aku melewati perkampungan yang aku lihat Cuma beberapa orang saja yang nampak, ada anak kecil yang mengikutiku dari belakang. Semakin lama anak perempuan itu berada disampingku yang sedang berlari dan terus mengikutiku, aku perkencang lariku, iapun mengikuti dan berusaha sejajar denganku. Anak itu kumal sekali sehingga aku begitu was-was dan iba melihatnya. Tapi lama-lama aku merasa tidak enak dengan gelagatnya, dengan sekuat tenaga aku hendak lari saat itu juga. Tapi tiba-tiba dengan seketika itu pula anak itu memegang tanganku dengan cepat dan kuat, sehingga aku semakin kaget. Aku berusaha melepaskan genggamannya sambil berlari, tapi anak tersebut semakin kuat dan berteriak-teriak tidak jelas entah apa maksudnya. Aku semakin merasa ketakutan karena takut penduduk setempat mengira aku berbuat hal yang tidak senonoh dengan anak kecil itu. Semakin aku meronta, anak itu semakin berteriak dengan keras. Dan dengan sekuat tenagaku, aku menghentakan kaki dan tangan dan berusaha meninggalkan lari anak kecil itu. Dengan teriakan keras dan jerit histeris yang membuatku kaget, dalam jeritan itu aku menangkap perkataannya “aku belum makan dari kemarin!!!” smabil denganmuka histeris dan keringatmengucur dari dahinya yang berusaha mengimbangi lariku. Aku dengan ketakutan merogoh saku celanaku sambil masih berlari dan gak puguh rasa. Aku mendapatkan uang sekitar 3 ribu lembaran dan recehan kira-kira seribu. Aku kasih uang receh tersebut karena sudah tak ada uang lagi pikiranku saat itu. Tapi dia terus menjerit-jerit dan merasa kurang dengan uang yang aku kasih. Ketakutanku makinmenjadi-jadi, dengan sisa tenaga, aku akhirnya lari mengikuti jalan yang menanjak. Anak tersebut berteriak “Tolong tangkap....tangkap” dnegan suara yang sungguh histeris dan membuat bulu kuduku merinding dan akku terus berlari. Tak ada seorangpun yang menolongnya, dan dia jauh tertinggal dibelakangku, yang tetap berusaha mengejarku dengan pengharapannya terus bersamaku.

Dan mimpi itu masih terbayang sampai saat ini, saat aku menulis semua ini. Aku menyesal meninggalkan anak itu dalam mimpi, sungguh banget ngerasa dosa entah kenapa. Terlebih, aku hanya memberikan sedikit dari uangku yang ada. Dan wajah itu masih membayangiku. Ingin sekali aku mimpi dan meneruskan kembali hal tersebut agar aku merasa tidak berdosa. Walaupun itu semua hanya mimpi, tapi mimpi tersebut begitu memberkas dipikiranku. Karena, aku juga sering bermimpi, tapi tidak seperti mimpi yang ini.

Ah, sekarang sudah setengah dua belas malam. Dan hal yang tidak akan pernah hilang dari pikiranku adalah keinginan untuk tetap bersama dengan kedua orang tuaku. Cita-citaku adalah mencium kedua tangan beliau berdua sebelum aku berangkat sekolah. Dan semenjak SMP, hal itu sangat jarang sekali aku lakukan karena aku tinggal bersama Ua ku dan kemudian Bibiku. Sekolah SMP ku jauh dari rumah, jadi inilah yang menjadikanku sulit ketemu sama orang tua. Apalagi terkadang orang tuaku begitu sulit untuk mempunyai ongkos menengokku di rumah ua.

Aku bukan orang yang pintar apalagi cerdas, prestasikku biasa-biasa saja. Tapi orang tuaku bilang aku orang yang rajin belajar pada waktu itu. Aku sangat kesulitan sekali untuk menghapal dan hitung katanya, tidak seperti kakakku yang pintar. Tapi ada hal yang sangat menonjol dari diriku sendiri, aku katanya orang yang sangat ulet sekali, menyendiri dan kurang menyukai main. Aku lebih sering menghabiskan waktuku dengan menggambar ditanah, nyontek tulisan kakaku, gambar-gambarnya juga, sambil ngemut permen kopiko jatah jajan bulanan, hehe. Aku juga lebih menyukai perang-perangan sendiri, naik pohon sendirian dan menyanyi lagu kebangsaan yang sering aku dengar dikelas bapakku yang sangat aku cintai. Bapakku guru, dan ibuku adalah seorang ibu yang kreatif. Masakannya enak banget, bikin kuenya pinter pandai ngejahit celanaku yang sobek atau bolong. Dan keluarga kita adalah keluarga yang pas-pasan tapi bahagia, banyak sekali orang yang bilang kalau keluarga kita adalah keluarga yang harmonis. Betapa tidak, aku selama sekolah SD waktu itu selalu saja sarapan nasi goreng yang di racik dari terasi, sehingga warnanya berubah menjadi merah. Dan kalau tidak merah nasi gorengnya aku dan kakaku jadi kurang selera sarapan. Kalau kehabisan terasi atau lagi gak ada, aku dan kakakku selalu makan nasi yang dicampur sama garam lalu dihancurin dan diaduk rata, namanya TUTUG UYAH, pokonya enak banget dan kita semangat berangkat sekolah yang tidak jauh dari rumah, karena rumah kita waktu itu adalah perumahan sekolah bukan rumah kita. Dan melakukan ritual harian yakni cium tangan ke ibuku dan bapakku.

Dan itu dia, karena aku meilih untuk ngelanjutin di SMP I yang letaknya jauh sekali dari rumah, aku harus tinggal dirumah saudara yang sudah aku anggap sebagai orang tua sendiri. Mengikuti jejak kakak yang sudah menginjak SMA waktu itu.

Aku sangat senang sekali ketika aku masuk di sekolah ini, karena di SMP ini lebih banyak bertemu orang yang bermacam-macam, luas dan bergengsi di tempat kita disana. Sekolah yang memiliki banyak extrakulikuler yang banyak aku gemari sekali seperti karawitan, seni rupa, drum band, baris berbaris dan bahasa Inggris biar kayak bule hehe. Aku pernah nyoba untuk pulang pergi dari rumah, tapi ternyata gak baik. Aku sering ketinggalan mobil satu-satunya, dan datang telat kesekolah. Tapi itu tidak begitu aku pikirkan, yang aku sedih adalah ketika mau berangkat orang tuaku tidak memiliki uang sepeserpun. Walaupn kadang sengaja ditutupin, tapi akhirnya aku tahu juga. Soalnya waktu itu, aku tahu bapakku semaleman nyari uang buat ongkos tapi hasilnya nihil. Sampai tiba pagi, bapakku segera nyari pinjaman dan sama, tidak dapat pinjaman ditetangga. Dan saat itulah ibuku marah-marah lalu pergi keluar lama sekali, kemudian datang dan sepertinya berhasil dapat pinjaman, orang tuaku saat itu begitu khawatir, apalagi ibuku yang menahan tangis, mungkin ngerasa kenapa buat ongkos saja sulit. Sehingga akupun dijalan menuju jalan raya kadang sambil nangis, bukan karena takut lambat atau apalah yang menyangkut peraturan sekolah. Tapi aku sangat menyayangi keduanya yang begitu susah payah agar aku bisa berangkat sekolah, sehingga ketika sampai dijalan raya hendak berangkat naik angkot atau mobil bak, mataku sudah memerah. Jarak rumahku kejalan raya sekitar satu kiloan, dan dari jalan raya kesekolah SMP tersebut kurang lebih 15Km., dan kejadian tersebut selalu berulang. Aku mana bisa tahan kalau seperti itu, sehingga ketika aku ngajuin buat tinggal sama Ua ku disana, oranng tuaku menyambutnya dengan lega.

No comments:

Post a Comment

what about you...