Tak bicara, bukan ku tak mampu bicara,
Kelu dilidah, pahit dihati
Aku bukan pendiam
Karena hatiku terus berkata,
Aku bukan tak berpikir
Karena nyaris dalam tiap tidurkupun berpikir,
Aku bukan tak melihat,
Karena disetiap lirik mataku terbayang sendu sorot matamu,
Aku bukan tak berjalan,
Karenaku baru mampu merangkak lalu berdiri terseok dan kadang berhenti,
Pejamkan matamu mak,
Karena kau akan kembali menangis melihatku,
Tutup telingamu pa,
Karena kau akan tersayat mendengar kabarku,
Rambut ikal yang pernah kau usap,
Wajah mungil yang pernah kau taburi dengan bedak,
Dan kaki kecil yang pernah kau pijat,
Jejaknya kini hilang tertelan gedung-gedung yang tinggi
Malam mana mak, yang tak terasa sepi
Jika tanpa ku dengar gerecak suara tempe yang kau goreng,
Pagi yang mana pa, yang terasa cerah
Jika tak kudengar suaramu berdzikir dipenghujung subuh,
Wanita yang mana yang sudah ku rengkuh?
Wanita yang mana yang sudah ku sentuh?
Semuanya karena tundukku padamu mak,
Mungkin sampai suatu saat kudengar kau bicara
“kamu sudah menjadi Lelaki nak, hiduplah kamu… dan hidupilah!”
Sayangku tak terucap,
Rinduku tak mampu ku ungkap,
Cintaku hanya bertumpuk dalam hati dan rencanaku,
Sampai datang suatu saat nanti, takdirku mampu membahagiakanmu,
Mak, dalam gusarku aku slalu merasakan ketenangan,
Karena orang tua seperti emak dan bapak, takkan pernah lelah Allah menjaganya,
Sampaikan salam sayangku untuknya Tuhan…
Karena ku tahu, Engkaulah yang terdekat dengannya
No comments:
Post a Comment
what about you...